Selasa, 15 April 2008

Pada sebuah ranjang

Tidur disebuah hotel, walaupun tidak berbintang emang terasa nyaman. Kasur yang lebih empuk daripada kasur di rumah, AC yang tidak saya punyai di rumah, TV kabel beberapa channel yang saya tidak bisa berlangganan dirumah. Membuat diri saya terasa berada dalam Surga. Tentu saja, yang paling mengasyikkan adalah teman bicara saya, wanita. Tidak perlu saya bilang cantik atau tidak. Yang pasti, turunan portugis membuat rambut ikal sepunggungnya “blonde” secara alami, tidak seperti wanita Indonesia kebanyakan yang tidak bangga akan rambut hitamnya. Hidungnya mancung dan matanya yang sayu. Agak mirip orang India malah. Kulitnya pun sedikit bule kalau saya perhatikan lebih mendetail. Suaranya yang empuk, menambah hangat suasana malam itu.

“Kenapa sih gak jadi penyanyi aja..?” Tanya saya melanjutkan percakapan sebelumnya.
“Males bang” jawabnya. “Jaman sekarang tidak murni lagi
“Maksudmu..?”
“Kalau dulu seorang penyanyi betul-betul mempunyai kualitas dan skill sebagai seorang penyanyi dan dengan penuh perjuangan bisa meraih ke tangga popularitas. Contohnya Titiek Puspa, Nien Lesmana, Lilis Suryani dan penyanyi-penyanyi jadul lainnya yang memang bersuara bagus dan punya keahlian menguasai panggung. Gak seperti jaman sekarang yang punya vocal dikit yang penting tampi berani, jadi deh..”
“yah, itukan tahun 65-an, jaman lagi susah” sahut saya sambil membetulkan selimut. “AC-nya kecilin dikit dong, mulai kedinginan nih”.
“Eh, kecilin sendiri sana…!!” teriaknya tapi tetap merdu. “Lagian siapa suruh tidur telanjang..?”
“Huh payah…!!” gerutu saya. Sambil mengambil remote dan mengecilkan AC, sayapun berkata “ terus..?”
“Terus bagaimana Bang…?”
“Yah Ceritamu tadi…”
“Ouuu…….. Ya itu tadi Bang, penyanyi jaman dulu memang betul-betul matang secara kualitas. Contoh lainnya di tahun 80-90 an Bang. Banyak penyanyi berbakat yang memang mengandalkan kemampuan olah tarik suaranya, sebut saja Mel Shandy atau mungkin Ita Purnamasari. Trus berlanjut sama Krisdayanti atau mungkin juga Tri Diva itu Bang. Mereka emang bener-bener penyanyi, makanya lagu-lagu mereka menjadi legenda dan dikenang sampai sekarang.”
“ehhmm…..lah kalo jaman sekarang…?”
“Yahh…coba liat jaman sekarang deh Bang. Bentar Bang, benerin “ini” dulu…”
“Apaa tuuh…?”
“Hush, mau tau ajah”. Oh ya, liat penyanyi-penyanyi jaman sekarang. Banyak yang dikarbit asal-asalan, malahan banyak yang jual tampang dan sedikit pamer tubuh sana-sini, yang penting dapat order, padahal suaranya pas-pasan.
“Contohnya siapa tuh..?” jawabku yang mulai tertarik.
“Yahh… si Abang, kan banyak tuh muncul di media masa, Koran, tipi ato mungkin di internet-internet. Masak gak tau sih bang..? jawabnya tinggi lagi.
“Ya sudah…sudah…entar aku cari tahu sendiri..” tukas saya. Gak enak rasanya suasana malam ini jadi rusak gara-gara ke katrok an saya.
“Tapi bukan berarti gak ada loh Bang, penyanyi berkualitas jaman sekarang” sahutnya. “Contohnya yah si Agnes, suaranya bagus tuh…, juga Nurhaliza, kan suara mereka bagus dan enak. Tau, mereka jadi legenda gak…?”

“Trus, kamu gak mau seperti itu…? Prinsip kah…?”
“Yup, gak pa-pa gagal yang penting gak sampai merendahkan diri.”
“Kalau begitu, kenapa gak jadi fotomodel ajah sekalian..? Toh, aku rasa kamu bisa jadi top supermodel..?”
“Yaahh, sama ajah Bang…….!!!”
“Kok bisa…?”
“Iya bang, dulu saya pernah jadi finalis salah satu majalah terkenal. Sewaktu menjalani karantina, ditawari oleh panitia, kalau mau menang bayar sekian. Untuk juara harapan sekian, juara ke tiga sekian, kedua sekian, apalagi pertama.”
“Lah kok gak dibayar”
“Sudah ku bilang Bang, gini-gini aku masih punya prinsip. Lagipula harganya itu masuk kisaran jut-jutan Bang…!!
“Yahh….bilang ajah gak punya duwit…hihihi……” tawa saya mengejek.
“Eh Bang waktu itu sudah kubilang sama mamak tentang masalah itu. Dan mamak mau aja, bahkan rencana menjual tanahnya, biar puterinya bisa jadi artis terkenal.”
“Terus..?”
“Akunya yang gak mau Bang, percuma ajah terkenal tapi gak jujur. Ibaratnya, percuma ajah kaya raya tapi hasil gak genah (tidak pantas)…itu prinsipku Bang.”
“Hm……mungkin waktu itu sebaiknya kamu terima tawaran itu. Lantas setelah terkenal dan banyak uang, terus berhenti. Kan banyak tuh artis-artis yang dulunya tampil gila-gilaan, habis gitu insaf trus bisnis kecil-kecilan hasil dari gila-gilaannya dulu.”
“Wah kalo itu Bang, terserah mereka sih. Insaf gaknya kita kan gak tau. Itu timbul dari hati mereka sendiri. Yang pasti, harusnya kita juga menghormati mereka yang sekarang, bukan mereka yang dulu. Kalau sekarang mereka banyaknya “tertutup” bahkan ada yang makai jilbab, ya lihat sekarangnya. Jangan mikirin pas mereka tampil minim. Itu juga prinsip loh Bang…..”

“Tapi,” sahut saya cepat.
“Paling tidak, mereka hidup makmur sekarang, tidak seperti kau…”“Beli gula susah, beli beras susah, bayar sekolah anak-anak ajah nunggak…..huahahaha…!!!”

Opo ae….!!!” Teriak Rijal, temen se-kamarku yang gundul, tinggi besar. Persis tugu pahlawan.

"Eh, itu si rijal yah bang..?”
“Iya, dia marah, tidurnya terganggu. Gara-gara kita ngobrol terus dari tadi”
“Iya yah Bang, sekarang pulsa enak yah…sudah murah ada bonus Free Talk lagi…Ya udah yah Bang, aku tidur dulu. Ngantuk nih..”
“Oke lah, aku juga ngantuk”
“Cepet pulang lohh bang, anak-anak kangen. Daaaah……….!!!”

Terdengar nada beep tanda telepon di tutup. Dan saya pun, menekan tombol bergambar telpon warna merah.

Prinsip. Istriku memang mempunyai prinsip yang teguh. Walaupun terlihat remeh namun dia punya itu. Dan saya menghormati keputusan Istriku dan saya bangga akan Dia.

1 komentar:

Anonimmengatakan...

walah..gelodak, ngobrol d telpon...adakno...tak pikir ngambil dari cerita novel sastra,

perkenalkan saya kucing5555, mau ngambil ceritane mbok darmi

 
© free template by Blogspot tutorial