Minggu, 18 Mei 2008

Memanfaatkan Lahan KA dengan Nilam

Rel Kereta Api (KA) sebetulnya menyisakan beberapa meter di kiri-kanan untuk keamanan. Namun, sebagian masyarakat marjinal memanfaatkannya justru untuk pemukiman liar, atau tempat-tempat jualan yang sebetulnya berisiko rawan kecelakaan. Hal semacam ini dapat kita lihat seperti di stasiun Waru, pemukiman penduduk terlalu dekat dengan rel KA. Bahkan pasarnya pun dipinggiran rel KA tersebut.

Sebetulnya pemanfaatan lahan KA yang kosong ini bisa dilakukan dengan bercocok tanam, namun dengan catatan tidak melebihi 1meter. Karena bila terlalu tinggi maka bisa menghalangi pandangan antara KA dengan pelintas rel KA. Misalnya saja, sawi, kangkung atau semak-semak yang bernilai bisnis namun tidak terlalu tinggi tumbuhannya. Seperti yang dilakukan oleh keluarga Zamzami di desa Gedangan ini. Mereka melakukan cocok-tanam diatas lahan rel KA yang kosong tapi tidak mengganggu KA itu sendiri. Apa yang mereka tanam..? Nilam.



Nilam (Pogostemon cablin Benth) termasuk semak-semak tropis yang bisa menghasilkan minyak bibit wangi yang bernama sama, minyak nilam. Minyak nilam ini sudah berabad-abad digunakan oleh masyarakat daerah timur tengah sebagai minyak wangi (parfum) dan bahan dupa atau setanggi. Masyarakat Arab/Muslim banyak menggunakannya, mungkin karena penyulingan daun nilam yang tidak mengandung alcohol, sedangkan Masyarakat Eropa pada umumnya menggunakan minyak nilam sebagai aroma terapi.Minyak nilam sendiri termasuk dalam jenis minyak astiri atau eteris oil. Minyak yang mudah menguap dan memberikan aroma yang khas seperti minyak kayu putih, minyak cengkih, minyak cendana dll. Minyak nilam termasuk yang tertinggi dari jenis minyak atsiri lainnya.

Menurut keluarga Zamzami, tumbuhan nilam sangat mudah untuk dibudidayakan. Yang penting “harus rajin menyiram, karena nilam mudah layu” kata mereka. Selain itu, “rajin-rajin untuk membuang rumput-rumput yang dapat menganggu tumbuhan nilam”. Secara ekonomis, tumbuhan nilam ini lumayan membantu dari segi perekonomian. Dari hasil panen, mereka dapat menjual daun kering nilam sebesar Rp 7500/kg, keringnya Rp 5000/kg. Selain itu keluarga ini juga menjual bibitnya sebesar Rp 2500/batang.

Kenapa tidak melakukan penyulingan sendiri…?

“Waduh, alat penyulingannya mahal mas…!” jawab salah satu anggota keluarga ini. “Ini saja sudah cukup, toh tumbuhan nilam ini bisa panen terus tanpa harus membuang tumbuhan induknya.” Lanjut mereka. Keluarga ini dengan memanfaatkan sepanjang jalan KA mulai Monumen 45 (depan asrama Marinir baru) hingga sampai pintu lintasan, mampu menghasilkan sekitar 2-3 karung daun kering sekali panen (sekitar 4kg per karung) dan juga bibitnya bisa mencapai 3kg penjualan sekali panen. Masih menurut mereka, kalau lagi subur, tumbuhan nilam bisa panen seminggu sekali.

Tumbuhan nilam yang mereka tanam ini termasuk jenis nilam dari Aceh. Sederhana saja, mereka memang keluarga Aceh. Namun, tumbuhan nilam Aceh ini memang mempunyai keunggulan daripada nilam jenis Jawa. Menurut Yang Nuryani, Emmyzar dan Wiratno dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian - Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika (balittro); nilam Aceh mempunyai kadar minyak dan kualitas minyak yang lebih tinggi daripada nilam Jawa. Selain itu nilam Aceh tidak berbunga, sehingga peragamannya bisa dilakukan secara vegetatif (setek). Hal inilah yang mempermudahkan budidaya nilam.

Dengan pemanfaatan nilam diatas lahan KA yang kosong ini, selain dari segi ekonomi lumayan membantu, juga relatif aman. Walaupun tumbuhan nilam ini bisa mencapai satu meter, namun dengan memanennya maka tumbuhan ini menjadi semak yang tidak mengganggu pandangan KA dan pelintas rel KA. Dan yang lebih penting, masih menurut Balittro, minyak nilam termasuk minyak atsiri yang paling penting karena menyumbang lebih dari 50% devisa Negara dari seluruh total ekspor minyak atsiri.

Seandainya pemerintah Kab. Sidoarjo memperhatikan hal ini, mungkin akan banyak keluarga “Zamzami lain” yg bisa memanfaatkan laham kosong KA ini dan bisa memberikan penyuluhan teratur.

Seandainya……………

Tampil di Harian Surya

in memoriam Ayahanda Tercinta :
Alm. Abdul Wahab Zamzami (7 Mei 2008)

6 komentar:

josh-e kusuma mengatakan...

wah keren boss


arikel menarik iki

torasham mengatakan...

terima kasih bos...
ehmm.....ente siape ye :D

Unknown mengatakan...

wah nayamul tor......buat selingan daripada ente main shootingan terus kan mending jual parfum di ampel :malu:

Anonimmengatakan...

maksudnya mas......?

torasham mengatakan...

betul mas coffe, cuman masih belum punya alat penyulingan niih

torasham mengatakan...

thanks...
and i will very appreciate if you write your name..

 
© free template by Blogspot tutorial