Pak Giman, bujang dari Madiun ini merantau hingga sampai ke Banyuwangi. Ini dilakukannya agar bisa mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tatkala sampai di kota paling ujung timur Pulau Jawa tersebut, tepatnya di desa Singotrunan, Pak Giman menjadi tukang becak. Tidak terlalu layak memang, namun beliau melakukannya dengan giat. Kehidupannya mulai menjadi cerah ketika beliau bertemu dengan janda beranak satu (laki-laki), bernama Maryam. Atas dasar cinta, Giman dan Maryam pun menikah dan mulai membangun bahtera baru dengan pengharapan tinggi selangit. Kehidupan rumah tangga mereka semakin ramai dan ceria seiring dengan bertambahnya keluarga baru, putri pertama pasangan ini yang diberi nama Maswah.
Giman dan Maryam memang tidak beranjak maju taraf ekonominya. Hati Giman mulai bingung dan sedih. Bagaimanakah caranya menghidupi dan bahkan menyekolahkan dua orang anaknya..?
Kebingungan ini semakin "menghantam" kepala Giman tatkala sang istri mulai hamil bayi kedua mereka atau calon ketiga anak mereka.
Bagaimana.....bagaimana.....dan bagaimana....?
Pertanyaan-pertanyaan macam itulah yang menghantui benak Giman.
Sang anak pun lahir. Diberi nama Wiwik. Sedangkan sang penanggung jawab mulai khawatir akan masa depan mereka semua, anak-anaknya. Dijaman itu, virus urbanisasi mulai melanda sebagian besar masyarakat Indonesia. Tak ketinggalan juga Giman yang terkena "penyakit" sosial ini. Berbekal minim keahlian, tanpa punya pengalaman kerja, Giman meninggalkan keluarganya, termasuk Wiwik yang masih berumur 3 bulan untuk menuju ke kota besar, Surabaya. Sayangnya, kepergian sang ayah ini dilakukannya tanpa ijin terhadap Maryam sang istri.
Semenjak kepergian tanpa pamit sang suami, Maryam kelimpungan, pontang-panting menghidupi sendirian anak-anaknya. Uluran tangan datang dari seorang Haji dari daerah Melik. Beliu bersedia mengambil asuh Wiwik, menyekolahkan hingga membesarkannya, termasuk memberikan suami ketika Wiwik sudah dewasa. Sedangkan Maswah, kakak Wiwik pun, mendapat bantuan dari sanak-famili yang tinggal di Semarang. Sehingga Maswah menjadi warga desa Batang - Semarang.
Di pihak lain, seperti kebanyakan urban di Indonesia, Giman bukannya mendapat pekerjaan yang lebih baik, tapi kembali menjadi tukang becak. Kondisi ini jelas lebih buruk daripada ketika Giman di Singotrunan, Banyuwangi. Karena di Banyuwangi, meskipun tukang becak, tapi Giman masih bisa menghidupi secara sederhana keluarganya, mengingat masih ada lahan tanah yang bisa dibuat bercocok tanam kecil-kecilan. Tapi ketika di Surabaya, Giman semakin terpuruk. Biaya hidup tinggi, persaingan ketat mengakibatkan Giman hanya bisa menyewa timpat tinggal di pinggiran sungai Kalimas Surabaya, tepatnya di kampung tak berijin, Dinoyo Tenun.
Pekerjaannya sebagai tukang becak, membuat Giman sering mangkal di Pasar Wonokromo. Tempat Giman berjumpa dengan Darmi, penjual nasi pecel. Sering makan di warung itu, membuat kedua hati mereka saling terpaut. Bahkan Giman melangkah lebih jauh, menikahi Darmi. Tatkala pesta pernikahan usai, Giman baru bercerita bahwa dia masih punya keluarga bahkan bayi 3 bulan yang ditinggalinya di Singotrunan - Banyuwangi. Rasa cinta dan rasa "nrimo" khas orang Jawa, menutupi perih hati Darmi. Diapun menerima Giman apa adanya, bahkan menyuruh Giman untuk kembali ke Banyuwangi, menengok sang istri dan putri. Kekurangan biaya, menunda Giman kembali kepada sang istri. Namun, Giman tetap bertekad untuk bertanggung jawab kepada semua pihak. Salah satu bentuknya adalah, memboyong Darmi untuk mengontrak di rumah kecil di daerah Kedung Rukem, belakang Plasa Tunjungan - Surabaya.
Hari berganti, tahun bertambah............Sekitar 25 tahun yang lalu, Giman ijin pergi menengok sang putri. Giman tidak mengetahui bahwa Wiwik, sudah punya suami bahkan sudah pindah dari Singotrunan ke dusun Melik. Diantar istri lamanya, Maryam, Giman pun untuk pertama kalinya bertemu dengan Wiwik yang saat itu sudah punya 2 orang putri. Giman memohon ma'af atas semua dosa dan kesalahannya dan juga meminta agar Wiwik mau ikut pergi ke Surabaya. Wiwik meng-ikhlaskan semaunya, bahkan Wiwik ikut pergi ke Kedung Rukem. Perjumpaan pertama kalinya Wiwik dengan Ibu Tiri, Darmi tatkala putri Wiwik bernama Lina berumur 3 tahun. Akan tetapi Wiwik keberatan untuk tinggal bersama ayah kandungnya, karena Wiwik merasa berat meninggalkan ayah angkatnya yang dirasakan Wiwik lebih sayang daripada sang ayah kandung. Semenjak itu, keluarga ini mulai kehilangan kontak.
Jaman pun mulai beralih. Keadaan politik dan ekonomi Indonesia yang serba kacau menghantam semua lapisan masyarakat, tak terkecuali Giman-Darmi. Giman masih menjadi tukang becak, sedangkan Darmi yang sekarang lebih banyak di sebut Mbok berjualan bawang merah (brambang). Tak heran, si mbok sering dipanggil mbok brambang oleh masyarakat sekitar. Peralihan kekuasaan, janji-janji politik akan kenaikan taraf ekonomi hanya terjadi di "atas", bukan di Giman-Darmi. Makan tidak teratur, kurang gizi, seringnya Giman membecak hingga jauh malam, mengakibatkannya jatuh sakit, bahkan lumpuh. Becak terhenti terkayuh. Sumber ekonomi tergantung pada satu sumber, dagangan mbok Darmi. Disatu sisi, rumah kontrakan semakin lama semakin besar tanggungannya. Sang warga bersimpati, namun si mbok, masih berusaha mempertahankan harta alaminya, harga diri. Tidak mau dicap pengemis, si mbok pergi dari kedung rukem. Mendorong becak yang terdapat sang suami dan bawang. Giman hanya bisa tertidur didalam becak, sedangkan si mbok tetap berjualan. Membeli bawang di pasar Pabean untuk dijual kembali secara keliling dengan keuntungan minim. Hanya tekad baja dalam hati yang bisa membuat si mbok mendorong becak kesana kemari dengan kaki uzurnya dan tangan keriputnya.
Setiap pagi si mbok menjajakan bawang. Tatkala siang mulai datang, ketika orang-orang sudah mulai memasak, dagangannya pun tutup. Tinggal si mbok mencari tempat berteduh untuk sang suami. Biasanya di bawah pohon pinggiran kota ganas, Surabaya. Saat panas mulai mengalahkan payung teduh dari pohon, si mbok beranjak pergi, mendorong becak, mencari tempat berteduh lainnya. Sedangkan malam mulai datang, si mbok mencari tempat tidur di pinggir-pinggir jalan. Biasanya berada di jalan Anjasmoro. Sedangkan pak Giman tetap tidur bertekuk lutut, didalam becak.
Sudah hampir setahun mereka hidup seperti itu.Tatkala keadaan sudah semakin mencemaskan, pertolongan datang dari TUHAN Yang Maha Esa...........melalui tangan-tangan usil nan jahil namun berhati tulus dan ikhlas.....member dari forum
Kaskus.us regional Surabaya mengulurkan bantuan. Berbekal rasa kemanusiaan, mereka memberikan bantuan kepada si mbok dan pak Giman berupa : pengobatan medis, tempat tinggal layak dan modal usaha. Dibantu keluarga besar
kaskus.us, pak Giman pun mendapat perawatan medis yang layak di RS Haji - Sukolilo, Surabaya.
Dengan semangat khas arek-arek Suroboyo, kaskuser regional Surabaya, mulai mengurus seluruh keperluan pak Giman sekaligus mbok Darmi. Bahkan mengusahakan "reunifikasi" keluarga pak Giman. Penyakit pak Giman sudah terlanjur sangat parah, komplikasi akut. Kondisi ini bertambah buruk ketika psikologis pak Giman mulai guncang, teringat akan sang putri Wiwik yang sudah 25 tahun tidak bertemu. Berbekal 5 kata dari si mbok (pak Giman sudah sulit berkomunikasi); Maryam, sawahan-Singotrunan, Wiwik, Welik (harusnya Melik, namun si mbok mengucapkannya Welik), regional surabaya berangkat ke Banyuwangi. Pendekar Kemanusiaan bukan hanya di Surabaya, di Banyuwangi, rasa kemanusiaan yang tinggi membuat rekan KOTIB ikut membantu mencari Wiwik, putri Pak Giman agar bisa bertemu. "Agen rahasia" pun sukses menemukan ibu Wiwik. Melalui perbincangan kecil, ibu Wiwik bersama suami ikut pergi ke Surabaya, menemui sang Ayah. Permohonan terakhir dari Pak Giman.
Sabtu, 06.00 pagi, Ibu Wiwik akhirnya berjumpa kembali dengan ayah kandungnya. Isak terharu mewarnai suasana sekitar ruangan A, Gedung Marwah Lt 3, RS Haji Surabaya. Tangisan pecah ketika jam 07.58, Pak Giman akhirnya menghembuskan nafas terakhir........................ Dengan besar hati di dada, Ibu Wiwik memohon kepada seluruh pihak untuk mengubur jenazah sang ayah di kampung halamannya. Berdekatan dengan ibu kandungnya, Maryam yang lebih dulu pergi menghadap Ilahi................ Dengan keluasan hati pula, Ibu Wiwik meminta kepada ibu tirinya, Mbok Darmi agar mau tinggal bersamanya di Banyuwangi......
si mbok teringat suaminya :Selamat Jalan Pak Giman..............
Selamat Menempuh hidup barumu Mbok Darmi.............
Galery : Jumpa PertamaKondisi awal Pak GimanGantian Jaga :
Mbok Darmi dan Ibu Wiwik, 2 Wanita Besi dari Timur."Rumah" Terakhir Pak GimanDetik - detik terakhir :
KlikProsesi Jenazah : KlikAgen Slamet :
Klik,
yang menelusuri jejak keluarga Alm. Pak Giman.Menuju Banyuwangi : 1,
2 dan 3Rekan rekan dari Banyuwangi, yang bantuannya tidak terhingga : 1 & 2 Me and Mrs. Wiwik's Husband :
klikBerkunjung ke makam : klikIbu Wiwik dengan Suami : klikPak Mustofa, Cucu Jauh Alm. Pak Giman :
KlikBalik ke Surabaya : klikNarsis dulu ah........ : klikMaybe we loss, but we've been fight with proud